Tampilan dekstop Linux Mint Mate 13
Sebulan terakhir ini,
operating system (OS)
laptopku berubah dari
Windows 7 Ultimate SP1 menjadi
Linux Mint. Sejak dulu memang sudah penasaran akan sebuah OS yang katanya
njilimet dan tidak
user friendly ini. Makanya tahun lalu Aku iseng-iseng membuat dual boot sistem operasi (dua OS dalam satu komputer), yaitu
Windows 7 dan
Linux Ubuntu pada komputer rumah. Sepertinya karena tekad belum terlalu besar dan sekedar iseng-iseng saja, meskipun Ubuntu telah terinstall, tidak bisa kugunakan. Apalagi jika kebingungan yang terjadi terkait dengan kurangnya
driver untuk
hardware agar dapat bekerja secara semestinya. Sistem suara pun saat itu masih belum bisa terdeteksi dan networking juga masih bingung bagaimana men-
setting-nya. Alhasil hanya bisa
klak-klik sana sini menggunakan program yang ada saja. Tentunya karena tidak seperti yang diharapkan sebelumnya, akhirnya kembalilah Windows 7 menjadi makanan sehari-hari seperti sebelumnya.
Tampilan dekstop Unity Ubuntu
Namun dalam satu bulan terakhir ini, entah kenapa karena “kebosanan yang sangat” akan Windows 7 yang tampilannya itu-itu saja dan mengharuskan kemampuan
hardware yang dimiliki juga bagus, akhirnya kuberanikan kembali meng-
install Linux Ubuntu. Tidak seperti versi tahun lalu yang ku
install, pada versi terbaru, Ubuntu 12.04 LTS (Long Time Support), akan di-
support hingga 5 tahun kedepan sampai 2017 oleh para developernya. Dengan demikian, tidak perlu harus mengganti OS setiap 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali sebagaimana Ubuntu melakukan
release versinya.
Lagi-lagi selain tampaknya pergerakan kursor
mouse yang agak lambat, akibat belum adanya
driver resmi, ATI Radeon HD 6310, yang terinstall dalam laptop, membuat kinerja grafik patah-patah dan belum sinkron dengan pergerakan mouse. Selain itu, dalam versi ini, tampilan desktop Ubuntu tidak menggunakan
Gnome2 lagi, melainkan
Unity (penjelasan mengenai jenis-jenis desktop linux akan dijelaskan secara garis besar nanti).
Meski banyak pro kontra yang menyertai perubahan desktop dari Gnome2 menjadi Unity, tampaknya langkah ini memang sengaja dilakukan Ubuntu untuk membedakan dirinya dengan distro lainnya. Sementara bagi penggunanya yang tidak puas beralih kepada distro lain yang masih menggunakan desktop panel seperti versi ubuntu sebelumnya.
Tampilan Gnome Shell pada Pinguy OS
Perpindahan pengguna Ubuntu ke distro lain tampaknya menjadi berkah sendiri bagi yang lain. Ubuntu yang pada tahun-tahun sebelumnya masih berada pada peringkat satu menurut distrowatch.com berdasarkan
page hit (sejauh mana sebuat situs dilihat), kini berada pada posisi kedua dibawah distro Linux Mint. Linux Mint sendiri merupakan OS yang basisnya Linux Ubuntu, hanya saja tidak seperti Ubuntu yang menggunakan tampilan dekstop Unity, Linux Mint masih menggunakan tampilan
Mate dan
Cinnamon yang berbasis panel. Mate merupakan pengembangan dari Gnome2 yang setelah ditinggalkan oleh para developernya dan beralih ke
gnome shell kembali dikembangkan. Sementara Cinnamon merupakan pengembangan dari versi berikutnya, yakni
Gnome3 (gnome sheel), namun merombaknya sehingga tampilan tetap menggunakan pakel, tidak seperti tampilan gnome sheel saat ini.
Adanya kendala yang sama, akhirnya Ku coba
install linux Mint Mate (sebelum pada akhirnya ke Mint Cinnamon) setelah sebelumnya men-
download ISO file dari situs nya. Tidak seperti pada desktop rumah sebelumnya yang dual boot, kali ini Aku benar-benar menginginkan hanya linux saja yang terinstalasi di Laptop. Dengan kata lain, kendala apa pun yang ada nantinya setelah terinstall harus benar-benar di cari solusinya. Untungnya, proses instalasi tidak mengalami kendala yang berarti dan Aku berhasil
login layaknya seperti di Windows.
Tampilan Workspace Compiz di Linux Mint
Tampilan benar-benar sederhana, kendati demikian semua hardware maupun networking yang tak terdeteksi pada Ubuntu sudah hilang sama sekali. Semua hardware berjalan normal. Proses
update nya pun dengan mudah dilakukan karena Mint menyertakan
update manager otomatis yang berada di panelnya. Meski begitu, Aku menginginkan tampilan yang lebih menawan lagi, yang berbeda seperti pada OS Windows sebelumnya. Berbekal artikel internet akhirnya ada program dalam Linux yang dapat memberikan efek 3D, yakni
Compiz. Karena masih belajar, mau tidak mau harus banyak-banyak belajar dahulu perintah Command Line Interface (CLI) Linux agar OS tersebut dapat bekerja maksimal. Karena mau tidak mau, suka tidak suka di Linux CLI ini sangat berperan penting untuk mengorganisasi data, memperbaiki, meng-update, bahkan meng-upgrade linux yang kita miliki.
Satu-satunya kendala penggunaan compiz adalah suhu laptop semakin panas karena penggunaan prosesor benar-benar dimanfaatkan secara maksimal, bahkan sampai 75 derajat Celcius. Hal itu dapat dirasakan dari
touchpad yang semakin lama terasa panas. Meski secara garis besar, dengan hardware yang sama, faktanya suhu yang dihasilkan ‘Windows’ lebih kecil dibandingkan kita meng-install Linux. Dampaknya semakin tinggi suhu yang dihasilkan laptop, semakin cepat habis penggunaan baterai dan umur laptop pun akan semakin cepat berkurang. Sampai saat ini para developer masih berusaha mencari cara menurunkan suhu yang tinggi pada OS linux. Berbagai aplikasi pun coba dikembagkan, salah satunya
Jupiter, yang dapat mengatur kecepatan prosesor dari terendah,
Powersave,
Ondemand, dan tertinggi
Maximum Performance.
Forum Linux Mint
Bagaimana aku bisa mengetahui hal itu semua, padahal belum lama menggunakan linux. Semua informasi serta kendala-kendala yang kita hadapi sebenarnya pernah juga di alami oleh orang-orang sebelum kita ketika mereka pertama kali belajar menggunakan linux. Agar informasi tersebut dapat bermanfaat, maka terciptalah forum distro linux tertentu. Mint sendiri memiliki forumnya sendiri, begitu pun Ubuntu, Debian maupun lainnya. Jadi jika mengalami kendala lihat saja forum, siapa tahu hal itu telah pernah diatasi oleh
user yang lain. Jikalau masih belum ada masalah yang sama dengan yang kita miliki, tanyakan saja ke forum dan nanti akan ada
user lain yang berbaik hati mencoba mencarikan solusi kepada kita. Bukankah enak kalau seperti itu dan betapa kesulitan-kesulitan akan cepat teratasi. Dengan kata lain, betapa mudahnya OS Linux dan tidak seperti perkiraanku sebelumnya yang
njilimet dan tidak
user friendly.
Keunggulan Linux
Desktop
Ketika masih menggunakan Windows 7, kita hanya diberikan satu pilihan tampilan saja, di mana taskbar bentuknya hanya itu-itu saja. Kalau pun mau di rubah hanya posisinya saja dari bawah ke atas atau ke samping dan menggangti
theme warnanya saja dari biru ke hijau atau warna lainnya. Tidak ada konfigurasi lain yang dapat di otak-atik. Di satu sisi dengan tidak bisa diotak atik itu, sistem Windows lebih terjaga, namun di sisi lain akan membosankan. Kita akan bertemu tampilan yang itu-itu lagi selama kita belum mengganti Windows yang kita miliki.
Tampilan Desktop KDE 4.3.0
Berbeda dengan Windows, Linux memiliki beragam tampilan. Ubuntu memiliki
Unity, Linux Mint secara
default memiliki
Mate dan
Cinnamon. Distro lainnya, Linux
Mageia, yang berada pada posisi ketiga di distrowatch.com pada saat tulisan ini dibuat menggunakan tampilan muka
KDE. Distro lainnya, Fedora menggunakan
Gnome Shell (Gnome3),
PCLInuxOS menggunakan
Enlightenment dan lainnya seperti
XFCE, LXDE, Fluxbox. Sebenarnya masih banyak lagi
desktop environment lainnya namun tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.
Tampilan desktop di sini pun tidak hanya sekedar tampilan muka saja. Beberapa tampilan muka bahkan menyertakan juga software-software penyerta di dalamnya. KDE misalnya, memiliki
Koffice seperti MS Office pada Windows 7,
KolourPaint,
Kfax dan lainnya. Gnome memiliki
Gedit,
Gplayer,
Gimp (seperti Adobe Photoshop),
Rhytmbox dan masih banyak lagi.
Selain itu meski pun secara
default, sebuah distro hanya memberikan satu tampilan muka saja, bukan berarti tidak dapat menggunakan tampilan muka lainnya. Linux Mint yang Aku miliki misalnya, meski pun secara tampilan hanya Mate saja, namun telah ku install KDE, Gnome Shell, Unity dan XFCE. Selain lebih variatif dan tidak membosankan, Aku dapat belajar banyak mengenai jenis-jenis tampilan yang ada dalam linux.
Distro
Contoh distro Linux
Distro yang merupakan singkatan dari distribusi linux merupakan sebutan OS beserta aplikasi yang menyertainya. Menurut distrowatch.com, jumlah distro linux yang berada dalam databasenya telah mencapai 723 distro. Namun dari database tersebut, hanya 322 distro saja lah yang masih aktif. Tidak seperti Windows yang mengharuskan kita membelinya dengan harga yang cukup mahal, dari jumlah linux yang banyak itu, rata-rata semuanya diberikan secara gratis. Hanya beberapa distro linux saja yang berbayar, seperti Mandriva contohnya, kita masih bisa mendapatkan
Mandriva One yang gratis. Namun jika ingin membelinya kita akan mendapatkan
Mandriva Powerpack yang
support-nya tidak hanya dari komunitasnya saja, tetapi juga dari perusahaan itu sendiri. Dari sini Aku justru berpikir, begitu banyaknya OS yang gratis tersedia, kenapa masih banyak orang yang membeli OS berbayar. Ini saja baru OS Linux, belum ketika kita membicarakan OS Solaris, OS BSD dan lainnya yang memiliki segmen tersendiri.
Hydrogen pada Ubuntu Studio
Distro linux sendiri tercipta karena setiap
user memiliki preferensi sendiri akan sebuah OS yang baik.
Ubuntu Studio, misalnya lebih menyasar
user yang menyukai audio dan video editor karena aplikasi dan sistemnya diperuntukan bagi pengguna profesional yang sering menggunakan aplikasi tersebut.
Selain melihat dari sisi penggunanya, distro linux juga tercipta karena spesikasi
hardware yang dimiliki pengguna. Masih banyak pengguna linux yang memiliki komputer sekelas pentium I, yang kalau menggunakan sistem operasi sekelas Windows terbaru atau pun Macintosh terbaru sangatlah tidak mungkin di install di dalamnya. Untuk itu lah beberapa linux diciptakan agar dapat berjalan dalam spesifikasi seperti itu, seperti
Puppy Linux, ConnochaetOS dan masih banyak lainnya.
Kendati jumlah linux yang aktif mencapai 300-an, namun umumnya setiap linux merupakan varian/turunan yang berbasis dari beberapa linux saja yang sudah mapan, seperti
Ubuntu, Slackware, Debian, Redhat, Fedora, Mandriva, CentOS, OpenSUSE, Arch, Gentoo Knoppix dan masih banyak lagi.
Linux Mint sendiri varian dari Ubuntu.
Linux Mageia varian dari Mandriva,
Linux Sabayon varian dari Gentoo, dan lainnya.
Software
Software pun banyak ragamnya seperti halnya terdapat pada OS Windows. Namun yang terpenting, seperti OS Linux yang pada umumnya gratis, software-software linux pun banyak yang gratis. Bukan berarti tidak ada yang berbayar sama sekali. Mungkin karena nama-nama yang tidak familiar, Aku cukup kesulitan ketika awal mencobanya, apa lagi jika software tersebut harus dijalankan secara
admininstrator, bukan
user biasa. Hal ini tidak terlalu terasa ketika menggunakan OS Windows, meski pun fungsi ini ada di dalamnya.
Winamp di Linux Ubuntu
Meski pun begitu ada beberapa software windows yang harus aku akui secara fungsi masih memiliki keunggulan dibandingkan dalam linux. Menurutku MS office dan Winamp masih menjadi favorit yang belum bisa tergantikan. Namun jangan khawatir, linux memiliki solusi terhadap permasalahan ini. Install saja program
Wine yang dapat membuat program windows berjalan dalam linux. Akhirnya Aku mencobanya dan memang benar kita dapat menggunakan kedua program itu kembali. Namun kendalanya tidak semua fungsi dapat bergerak seperti dalam lingkungan Windows.
Akhirnya setelah baca-baca dan mencari tahu artikel di internet, akhirnya ditemukan lagi program dalam linux yang secara konsep bekerja seperti
Wine, yakni
VirtualBox. Tidak seperti Wine yang membuat program Windows dapat berjalan di linux, VirtualBox justru lebih integratif lagi dengan menginstall OS Windows ke dalam Linux agar software windows dapat berjalan dalam lingkungan Windows itu sendiri. Jadi konsepnya seperti ini, Aku menginstll VirtualBox dalam Linux Mint. Langkah selanjutnya melakukan instalasi Windows di dalam VirtualBox. Jadi OS Windows seperti program dalam Linux. Setelah instalasi windows selesai, barulah aku install MS Office dan Winamp seperti layaknya instalasi di Windows. Ada perbedaan yang signifikan, ketika program itu berjalan di Wine dan VirtualBox dengan berjalan seperti layaknya ketika benar-benar kita mengoperasikan Windows.
Kelemahan Linux
Windows XP dalam VirtualBox di Linux
Tidak ada gading yang tidak retak. Linux pun seperti itu. Dengan segala keunggulan yang dimilikinya, kekurangan selalu ada.
- Temperatur suhu yang begitu tinggi ketika pengoperasian Linux menjadi barrier yang kuat mengapa sebagian orang lebih memilih Windows.
- Belum lagi familiarity yang sangat berbeda dengan Windows, sementara sejak kecil Kita telah dicekoki sistem operasi Windows sehingga tanpa kita sadari hal itu menjad penentu utama OS yang bagus dibandingkan lainnya. Sementara Macintosh, sering kita sebut Mac, menjadi alternatif OS lain yang memiliki segmen tersendiri sehingga sulit jika kita bandingkan head to head dengan Windows.
- Selain itu banyak orang juga menggunakan Windows beserta programnya yang sudah menjadi standarisasi yang baku. Sehingga ketika kita menggunakan program Linux yang tidak kompatibel dengan Windows, mau tidak mau kita yang menyesuaikan atau mereka yang masih menggunakan Windows lah yang menyesuaikannya. Tentunya hal ini menjadi tidak efisien dan memberikan kesukaran lebih lanjut.
Secara keseluruhan walau pun masih baru dalam OS Linux, namun distro Linux yang ku pakai, yakni Linux Mint, tidak menyulitkan. Tampilan desktop sudah jernih dan kendala-kendala yang selama ini terjadi dapat teratasi melalu forum Linux Mint. Update software pun mudah. Selain di dukung oleh server Ubuntu yang komunitasnya sudah sangat besar, di dukung pula oleh server Linux Mint yang sedikit demi sedikit mulai banyak penggemarnya mengalahkan Ubuntu. Jadi cobalah beralih menggunakan OS Linux. Kita tidak pernah tahu sebelum menggunakannya.
refrensi: http://iinsquall.wordpress.com/2012/07/13/begitu-mudahnya-linux-mint/